Rabu, 30 April 2014

“PERANAN MIKROBA DALAM PEMBUATAN ONCOM”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini kita dihadapkan dengan kenyataan yang memprihatinkan, kesejahteraan masyarakat Indonesia berada di bawah rata-rata. Berbagai penyakit seperti busung lapar timbul akibat kekurangan gizi, terutama protein. Upaya untuk menangani masalah ini perlu mendapat perhatian secara serius untuk mengantisipasi berbagai masalah sosial yang akan ditimbulkan.
Saat ini, harga protein hewani yang berasal dari daging, ikan, telur dan susu semakin mahal sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat luas, khususnya yang berpendapatan pas-pasan. Untuk mencegah meluasnya masalah kekurangan gizi terutama protein di masyarakat, perlu digalakkan pemakaian sumber-sumber protein nabati. Penggunaan protein nabati dari kacang-kacangan (seperti tahu, tempe, dan oncom) telah terbukti ampuh untuk mengatasi masalah kekurangan gizi dan protein tersebut (Siswono, 2002).
Oncom sebagai makanan khas dari Jawa Barat yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia, memiliki nilai gizi yang baik dan harganya pun sangat terjangkau, namun sosialisasi oncom di Indonesia masih sangat minim. Oncom masih kalah terkenal dibandingkan hasil olahan kacang-kacangan yang lain, seperti tahu dan tempe. Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui bahwa oncom merupakan makanan tradisional yang bergizi tinggi sehingga banyak yang mengabaikan makanan tradisional ini. Sebagai salah satu makanan tradisional hasil fermentasi, sebenarnya oncom pun tidak kalah dari tempe dan tahu.
Pembuatan oncom yang ada sekarang masih menggunakan cara tradisional yang tidak memiliki standar operasional produk sehingga rasa dan kualitas oncom tidak terjamin. Salah satu faktor untuk membuat oncom yang baik adalah kualitas raginya, yaitu kapang Neurospora sp. (James M. Jay, 2000).  Ragi oncom yang baik mampu menguraikan struktur – struktur kimia dalam kacang tanah menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana melalui proses fermentasi, sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Selain itu, citarasa, tekstur, serta aroma dari oncom juga sangat dipengaruhi oleh kualitas dari raginya, namun ragi oncom belum begitu dikembangkan di negara lain maupun Indonesia sendiri, yang merupakan negara tempat oncom berasal, sehingga belum ditemukan metode yang tepat untuk menghasilkan ragi oncom dengan kualitas bagus, baik ditinjau dari segi kualitatif maupun dari segi kuantitatifnya seperti kenaikan kadar protein,  karbohidrat, dan serat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan (Steinkraus, 1996).
Oleh karena itu penulis berusaha membuat tulisan tentang peranan mikroba dalam pembuatan oncom, sehingga diharapkan oncom menjadi makanan yang lebih populer pada masa yang akan datang sehingga masalah kekurangan gizi dan protein di Indonesia dapat teratasi.
1.2. Rumusan Masalah
Oncom sebagai salah satu makanan tradisional Indonesia mempunyai potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan, namun kualitas ragi instan yang dipakai dalam pembuatan oncom secara tradisional semakin lama semakin menurun sehingga kualitas oncom yang dihasilkan tidak terjamin. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas oncom adalah ragi yang digunakan untuk membuat oncom tersebut. sehingga diharapkan oncom yang dihasilkan menjadi makanan yang lebih populer pada masa yang akan datang sehingga masalah kekurangan gizi dan protein di Indonesia dapat teratasi.
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui peranan mikroba dalam pembuatan oncom.
1.4. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui peranan mikroba yang berperan dalam proses pembuatan oncom.
2. Menciptakan solusi alternatif untuk memperoleh makan bergizi dengan harga miring.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ONCOM
Oncom adalah makanan tradisional Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat. Oncom merupakan sumber gizi yang potensial untuk masyarakat, karena dengan adanya proses fermentasi, maka struktur kimia bahan-bahan yang tadinya bersifat kompleks, akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh (Hesseltine, 1961).
Saat ini dikenal dua jenis oncom, yaitu merah dan hitam. Perbedaan kedua jenis oncom tersebut terletak pada jenis kapang. Oncom merah dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila yang mempunyai strain jingga, merah, merah muda, dan warna peach. Sedangkan oncom hitam dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus. Jadi, warna merah atau hitam pada oncom ditentukan oleh warna pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi.
Oncom dapat dibuat dari kacang kedelai dan kacang tanah. Bahan baku lainnya yang diperlukan dalam pembuatan oncom adalah kapang. Kapang oncom dapat mengeluarkan enzim lipase dan protease yang aktif selama proses fermentasi dan memegang peranan penting dalam penguraian pati menjadi gula, penguraian bahan-bahan dinding sel kacang, dan penguraian lemak, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau sedap dan harum (James M. Jay, 2000).
Pada saat pembuatan oncom, sangat penting untuk memperhatikan masalah sanitasi dan higiene untuk mencegah timbulnya pencemaran dari mikroba-mikroba lain, terutama kapang Aspergillus flavus yang mampu memproduksi racun aflatoksin.  Kapang Aspergillus flavus juga biasanya tumbuh pada kacang-kacangan dan biji-bijian yang sudah jelek mutunya sehingga sangat dianjurkan menggunakan bahan baku yang baik mutunya untuk mencegah terbentuknya racun aflatoksin. Akan tetapi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan racun aflatoksin, karena kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus mampu berperan sebagai penekan produksi aflatoksin (James M. Jay, 2000).
Oncom segar yang baru jadi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu ruang, setelah itu oncom akan rusak. Kerusakan tersebut disebabkan oleh enzim proteolitik yang mendegradasi protein seingga terbentuk ammonia, yang menyebabkan oncom tidak layak lagi dikonsumsi (Sarwono, 2005).

2.2. TEORI FERMENTASI
Fermentasi berasal dari kata Latin ”fervere” yang berarti mendidih, yang menunjukkan adanya aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau larutan malt biji-bijian (Adams, 2000). Kelihatan seperti mendidih disebabkan karena terbentuknya gelembung-gelembung gas CO2 yang diakibatkan proses katabolisme atau biodegradasi secara anaerobik dari gula yang ada dalam ekstrak.
Fermentasi ditinjau secara biokimia mempunyai perbedaan arti dengan mikrobiologi industri. Secara biokimia, fermentasi diartikan sebagai terbentuknya energi oleh proses katabolisme bahan organik, sedang dalam mikrobiologi industri, fermentasi diartikan lebih luas yaitu sebagai suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh massa sel mikroba. Dalam hal ini, fermentasi berarti pula pembentukan komponen sel secara aerob yang dikenal dengan proses anabolisme atau biosintesis.

2.3. RAGI ATAU INOKULUM ONCOM
Ragi yang digunakan dalam pembuatan oncom merupakan ragi jenis campuran fungi/mixed culture. Penggunaan ragi yang baik sangat penting sehingga akan dihasilkan oncom dengan kualitas baik. Ragi mixed culture yang digunakan dalam fermentasi oncom terdiri dari campuran kelompok mikroba diantaranya adalah  Neurospora sitophila dan Rhizopus. Jenis kapang yang berperan penting dalam pembuatan oncom adalah Neurospora sithophila.

2.3.1. Neurospora sitophila

Gambar 2.1. Neurospora sitophila
Neurospora sitophila (Neuron : urat saraf atau berurat loreng-loreng,  spora, sitsos : makanan, dan philos : menyukai) merupakan salah satu spesies dari genus Neurospora yang memiliki spora berbentuk seperti urat saraf berloreng-loreng (Alexopaulos, 1979). . Neurospora sithophila juga dikenal sebagai jamur oncom. Dalam proses fermentasi Neurospora sitophila berkembang biak dan menjadikan makanan menjadi berwarna kuning-kemerahan. Sehingga oncom yang dihasilkan adalah oncom merah.
Neurospora sitophila dapat mengeluarkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisa senyawa-senyawa sakarida (Matsuo, 2003) sehingga semakin banyak Neurospora sitophila yang tumbuh maka kadar karbohidrat dalam substrat akan semakin berkurang. Neurospora sitophila juga dapat mengurangi kandungan oligosakarida, rafinosa dan stakiosa, yang terdapat pada kedelai dan kacang tanah sehingga dapat menghilangkan efek flatulensi pada perut (usus) yang disebabkan oleh senyawa oligosakarida tersebut (Matsuo, 1999).
Kapang oncom, Neurospora sitophila, memproduksi enzim lipase yang aktif selama proses fermentasi (Siswono, 2002). Enzim lipase ini memegang peranan penting dalam menguraikan lemak yang terdapat pada substrat menjadi gliserol dan asam lemak bebas, serta pembentukan sedikit alkohol dan berbagai ester yang berbau sedap dan harum (Svendsen, 2000).
Kadar protein yang tinggi mengindikasikan proses pertumbuhan yeast berjalan dengan baik karena selama proses pertumbuhan, dihasilkan berbagai macam enzim oleh yeast. (Sastraatmadja et al., 2002). Kadar lemak yang cukup dibutuhkan karena senyawa ester (yang merupakan lemak) berguna untuk memberikan flavour yang sedap dan khas bagi produk. Kadar karbohidrat yang semakin rendah mengindikasikan pertumbuhan yeast yang semakin baik. Glukosa yang diperoleh dari pemecahan karbohidrat, dibutuhkan oleh yeast sebagai sumber makanan. Untuk memecah karbohidrat tersebut, yeast menghasilkan enzim – enzim yang merupakan protein globular, terutama enzim protease. Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis asam amino dalam ikatan peptida menjadi polipeptida yang merupakan rantai protein yang lebih pendek. Oleh karena itu kadar protein semakin meningkat (Pauling et al., 1951).
2.3.2. Rhizopus sp.

Gambar 2.3. Rhizopus oligosporus
Rhizopus sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pembuatan tempe. Rhizopus microsporus var. microsporus dan var. oligosporus digunakan dalam pembuatan berbagai makanan fermentasi Asia (tempe, oncom hitam, sufu) (Robert dan Bei, 2000). Oncom yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus oligosporus adalah oncom yang berwarna hitam dikarenakan Sporangia terbentuk pertama-tama berwarna putih, kemudian saat dewasa berubah menjadi hitam kebiruan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Kadar protein, lemak, dan karbohidrat pada ragi oncom dipengaruhi oleh aktivitas kapang Neurospora sitophila yang tumbuh dalam substrat.
2. Kadar karbohidrat semakin menurun seiring dengan pertumbuhan yeast
3. Kadar protein semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan yeast.
3.2. Saran
Penulis berharap agar pemanfaatan mikroorganisme dalam pembuatan oncom ini dikembangkan menjadi lebih baik sehingga dihasilkan ragi oncom yang lebih bagus baik ditinjau secara kualitatif dan kuantitatif dari segi gizi, ekonomi, dan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Martin R. and M.J. Robert Nout, “Fermentation and Food Safety”, Aspen Publisher Inc., Maryland, 2001, pp 102 – 105.
Alexopaulos, C. J. and C. W. Mims, “Introduction Mycology”, 3rd ed., John Wiley and Sons Inc., Toronto, 1979, pp 192 – 205, 295 -300.
Hesseltine, C.W., In: Proceedings of Conference on Soybean Products for Protein in Human Food., Peoria, 1961, pp 67 – 74.
Jay, James M., “Modern Food Microbiology”, 6th ed., Aspen Publisher Inc., Maryland, 2000, pp 595 – 600.
Matsuo M. and Takeuchi T., “Preparation of Low Salt Miso-Like Fermented Seasonings Using Soy-Oncom and Okara-Oncom (Fermented Soybeans and Okara with Neurospora intermedia) and Their Antioxidant Activity and Antimutagenicity”, Food Sci. Technol Res., 2003, vol. 9 (3), pp. 237 – 241.
Matsuo M. and Yumoto Y., “Preparations of Tasty Imprved Defatted Soybean Ontjoms (Fermented Products with Neurospora intermedia)”, Food Sci. Technol Res., 1999, vol. 5 (2), pp. 168 – 170.
Nout, Robert M. J., and Han, Bei-Zhong. World Journal of Microbiology and Biotechnology (September 2000), 16 (8-9), pg. 853-858

Pauling L., Corey R.B., and Branson H.R., “The Structure of Proteins: Two Hydrogen-Bonded Helical Configurations of Polypetida Chain”, Proceedings of the National Academy of Sciences U.S.A., 1951, vol. 37, pp. 235 – 240.
Sarwono, B., “Membuat Tempe dan Oncom”, Penebar Swadaya, Jakarta, 2005.
Sastraatmadja DD, Tomita F, Kasai T., “Production of High-Quality Oncom, a Traditional Indonesian Fermented Food, by The Inoculation with Selected Mold Strains in The Form of Pure Culture and Solid Inoculums”, J. Grad. Sch. Agr. Hokkaido Univ., 2002. vol. 70, pp. 111-127.
Siswono, “Oncom Menutup Kekurangan Energi dan Protein”, Gizinet, Jakarta, 2002.
Steinkraus, K. H.. “Handbook of Indigenous Fermented Foods”, 2nd revised and expanded edition. Marcel Dekker, New York, 1996.
Svendsen A., “Lipase protein engineering, Biochim Biophys Acta”, 2000, vol. 1543 (2), pp. 223–228.